“Mina-ah… Ya! Kwon Mina~” panggilan itu ku hiraukan dan aku terus berlari menaiki tangga.
“Maafkan aku jika aku menyakitimu.” Suaranya terdengar samar.
…
Braaakkk…
“Aigoo…”
Aku berlutut dan mebereskan buku-buku tugas teman-temanku yang jatuh berantakan. Seorang lain membantuku membereskannya.
“Sunbaenim, neo gwaenchanayo? Jinjja joisonghamnida” Ujar seorang yeoja imut di depanku.
“Nan gwanchana.” jawabku.
“Ya!
Kau kenapa lama sekali? Sini biar aku bantu.” Seorang namja tiba-tiba
menghampiriku dan mengambil sebagian tumbukan buku tugas yang ada di
tanganku. “Aku sudah menunggumu di kantin, arra? Eo…” ujarannya terhenti
ketika ia melihat yeoja yang tadi menabrakku. Mereka terlihat saling
memandang dan terdiam beberapa saat hingga aku memecah keheningan.
“Kalian, sudah saling mengenal?” keduanya kemudian memandangku.
“Aah, kau kenapa bisa ada disini?” Tanya Baekhyun pada yeoja imut itu tanpa mengindahkan perkataanku.
“Ne, oppa. Aku baru saja mengurus surat-surat kepindahanku dari Jepang di kesiswaan. Aku akan bersekolah disini mulai besok.”
“Eh
iya, Mina-ah, kenalkan ini Kim Chanmi. Ia adik kelasku dulu. Dan.
Chanmi, kenalkan ini sahabatku Kwon Mina.” Kami berdua saling menunduk
dan tersenyum. Oh, jadi yeoja ini adik kelas Baekhyun dulu. Pantas saja
mereka begitu terlihat akrab. Kami bertiga saling berbincang sebentar
sambil berjalan menuju kantin dan berpisah di koridor. Chanmi mengambil
lorong lain menuju luar sekolah sedangkan aku dan Baekhyun menuju
kantin.
Chanmi
itu adalah seorang yeoja imut yang tingkahnya sangat manis dan sopan.
Tapi dia tidak canggung, orangnya juga mudah bergaul. Pantas saja
Baekhyun terdengar sangat akrab dengannya. Buktinya selama dikantin
bahkan saat perjalanan pulang, Baekhyun tidak henti-hentinya
menceritakan segala tentang Chanmi padaku. Sedekat itukah mereka dulu?
Mengapa tatapan Baekhyun sungguh berbeda pada Chanmi? Ia juga terlihat
begitu bersemangat tadi. Apa ini hanya pikiranku saja? Apa aku cemburu?
Ah… tidak mungkin. Menyukainya saja sudah tidak ada hak. Apalagi
cemburu. Aku menghela napas panjang dan merebahkan tubuhku di kasur.
Sedikit sesak memang membayangkan kejadian tadi siang.
…
Dua
minggu sudah Chanmi bersekolah di sekolah yang sama denganku dan
Baekhyun. Kini kami lebih sering bertiga, iya bertiga. Mungkin karena
Chanmi murid baru dan belum memiliki teman akrab, Baekhyun sering
berinisiatif untuk ikut mengajak Chanmi makan bersamaku dan dia
dikantin. Aku tidak pernah menolaknya karena aku juga tidak pernah
merasa keberatan. Tapi kenapa memasuki minggu ketiga, aku mulai sedikit
agak risih dengan keberadaan Chanmi. Entah kenapa. Aku tahu Baekhyun
memang memiliki sifat yang baik pada setiap orang. Tapi mengapa
perlakuannya pada Chanmi sungguh terlihat perbedaannya. Contoh kecilnya
saja saat Baekhyun menatap Chanmi. Dan perlakuan Baekhyun yang terasa
kian menjauh. Aku melihat layar handphoneku yang tergambar collaps foto
sepasang yeoja dan namja, saling merangkul, saling mencubit pipi
rekannya, dan tersenyum gemas. “Baekhyun-ah, apa kini kau mulai
berubah?” ujarku pada seorang namja pada layar handphoneku. Aku merasa
posisiku telah tergantikan oleh Chanmi. Mungkin. Mungkin memang hanya
aku yang merasa.
…
“Mina-ah, cepat turun, ada temanmu datang.” Seru eomma dari balik pintu kamarku.
“Chakkamanyo~” balasku. Akupun menuruni tangga dan melihat sosok yang memang sudah tak asing lagi untukku.
“Ya!
temani aku ke taman sekarang.” Ia menarik tanganku keluar rumah dan
membawaku ke taman tempat biasa aku dan dia menghabiskan sunset indah
itu.
Aku
terduduk pada bangku taman yang memang menjadi langganan kami berdua.
Dia, namja itu, Baekhyun, ia duduk disebelahku tanpa mengatakan apa-apa.
Matanya menerawang menerobos sekitar, seperti biasa. Posisinya
tiba-tiba berpindah jadi menghadapku.
“Mina-ah. Kau tau besok itu apaa?” katanya antusias.
“Besok? Hari sabtu?” aku menjawabnya datar.
“Bukan, bodoh! Besok itu tanggal 12!!” jawabnya makin antusias.
“Memangnya ada apa ditanggal 12?!” tanyaku tidak tertarik dengan topik yang ia bicarakan.
“12
itu kan angka favoritku! Aku akan membuat surprice bagi seseorang yang
penting ditanggal besok. Tapi aku masih tidak yakin.” Ujarnya.
“Tak yakin bagaimanaa?” aku masih acuh.
“Kau,
kau tahu, sudah lama sekali aku menyukai seorang yeoja. Ia cantik,
manis, lucu. Walau kadang sikapnya terlihat menghiraukanku dulu. Tapi
aku sungguh yakin bahwa sepertinya, kini ia memiliki perasaan yang sama
sepertiku. Kedekatanku dan dia belakangan ini membuatku yakin tentang
perasaanku dan perasaannya. Tapi aku begitu takut mengungkapkan yang
sebenarnya mengenai perasaanku padanya. Aku hanya takut ia tak sejalan
dan menjauh. Haruskah aku ungkapkan perasaanku padanya besok? Siapa tahu
angka favoritku itu bisa menjadi keberuntungan bagiku. Tapi aku masih
tidak yakin. Apa yang harus aku lakukan?”
Pipiku
merona, jantungku berdebar, hatiku entah sudah melayang kemana. Tapi
mataku mencoba tahan untuk menatap matanya. Pikiranku menerka siapa
sebenarnya yeoja beruntung itu yang telah bisa mencuri hati Baekhyun.
“Hmm,,
hanya kau yang bisa mengambil keputusan itu. Aku hanya dapat member
usul. Jika kau memang sudah yakin dengan perasaan dan pilihan hatimu.
Mengapa tidak kau coba perjuangkan itu? Ungkapkan yang sejujurnya
tentang perasaanmu. Tidak ada salahnya bukan? Walau seandainya
perasaannya berbeda, setidaknya kau sudah berani mengungkapkannya.
Daripada kau pendam dan lama-lama akan sesak. Aku rasa begitu. Jika
perasaanmu bersungguh-sungguh, maka perjuangkanlah. Ungkapkan apa yang
kau rasa dengan hatimu. Tak usah dibuat-buat.” Ujarku dari hati. Mata
Baekhyun berbinar dan tanpa aba-aba ia langsung memeluku erat. Erat
sekali.
“Kau
memang seseorang yang selalu mengerti aku. baiklah. Aku jadi semakin
yakin untuk melakukan rencana ini besok. Semoga saja ia sejalan dan mau
menerima cintaku kelak. Kabulkan doa ini yaTuhan.” Ucapnya tulus.
…
Esoknya,
aku sengaja pergi ke kantin sendiri tanpa menunggu Baekhyun yang masih
sibuk mengajarkan teman sebangkunya pelajaran fisika. Pelajaran tadi
sungguh memuakan. Aku butuh sesuatu yang segar. Ice Cream!! Ya, aku
berniat membeli seposi Ice Cream and Cookies vanilla. Setelah aku
mendapatkan apa yang aku mau, akupun segera menuju meja kosong yang ada
di pojok kantin. Aku menikmati ice cream tadi secara perlahan sambil
melihat slide show galeri foto yang ada di handphoneku. Entahlah, aku
tak pernah bosan melihat capture moment menyenangkan aku dan Baekhyun.
Tiba-tiba…
“Hey.
Apa kau tau sudah lama sekali aku menyembunyikan ini semua darimu.” Aku
menatap seorang namja yang menggebrak mejaku dengan bingung.
“kau harus mengetahui sesuatu. Ini sangat penting.” Namja tadi mengambil kursi dan duduk dihadapanku, matanya serius.
“Apa
kau juga beranggapan bahwa kedekatan kita sudah terjalin sangat lama?
Aku tahu, dulu aku memang seorang namja pengecut yang tidak mau
mengambil langkah untuk mempertegas hubungan kita. Tapi satu yang harus
kamu tau. Perasaanku masih sama. Aku sayang kamu. Dan sekarang. Tepat
pada hari ini, aku ingin memastikan hubungan kita. Aku sayang kamu. Aku
ingin kau menjadi milikku. Nae yeojachinggu dwaeojulae?” kata-kata
lembut meluncur dengan indah dari bibir namja itu. Namja yang selama ini
dekat denganku. Sahabtku. Baekhyun. Aku membelalakan mataku mendengar
semua kata-kata itu. Apa itu serius apa itu mimpi??
“emm…” speechless. Itu saja. Lamunanku bahkan sudah mengangkasa.
“Mina-ah.
Bagaimana tadi? Sudah cukup baguskah? Atau terlalu banyak basa-basi?
Ah, aku terlalu gugup hingga harus merangkai kata terlebih dahulu. Aku
hanya takut jika nanti Chanmi tidak suka dengan gayaku dalam
mengungkapkan perasaan.” Balas Baekhyun antusias.
“A…Apaa? Chanmi? Tadi itu untuk Chanmi?”
“Iyalah.
Untuk siapa lagi? Bukankah aku sudah pernah ceritakan bahwa sebelum aku
masuk SMA aku pernah menyukai seorang adik kelas. Tapi aku tidak pernah
bisa untuk mengungkapkan perasaanku. Hingga akhirnya ia pergi mengikuti
ayahnya ke Jepang dan meninggalkanku. Yeoja itu Chanmi, Kim Chanmi.
Bagaimana? Kata-kata tadi cukup bagus kan?” Jelas Baekhyun tak berdosa.
“uhhuuuukkkk….”
Aku tersedak ice cream dan seketika tenggorokanku menjagi kering.
Sesuatu yang tajam tiba-tiba menusuk hatiku dan mencabik-cabiknya tanpa
ampun. Sakit. Paru-paruku seaka mengkerut karena tidak adanya oksigen
yang dapat aku hirup untuk bernapas. Sesak. Tidak tahu lagi apa yang aku
rasakan saat ini.
“Apa kau tidak apa-apa, Mina?” tanya Baekhyun khawatir.
“Tidak.
Aku tidak apa-apa. Ah iya, aku baru ingat masih ada suatu urusan yang
harus aku selesaikan di perpustakaan. Aku tinggal, ya? Sampai jumpa.”
Dengan segala kekuatan yang masih tersisa, aku mencoba untuk tersenyum
sebisa mungkin menatap matanya walau rasa sakit kian menguasaiku saat
ini. Aku berlari meninggalkannya menuju taman belakang sekolah yang
cukup sepi. Air mataku sudah tak dapatku bendung lagi. Masa bodoh dengan
orang-orang yang menatapku bingung. Aku sudah tidak mau memikirkan
siapapun lagi.
Inikah
akhir kisah cintaku? Apa yang aku perbuat pada Baekhyun hingga ia
begitu tega berbuat seperti ini padaku? Tidakkah ia membayangkan
bagaimana perasaanku tadi? Apa ia memang hanya ingin mempermainkan
perasaanku saja? Apa kedekatan ku dengannya selama ini hanya sebagai
pelampiasan karena ia rindu akan sosok Chanmi? Arhggghhh!!!
Aku
mengutuki dirinya yang sungguh jahat telah melakukan ini padaku. Aku
juga mengutuki diriku sendiri yang tetap mempercayai namja brengsek
seperti dirinya. Ya Tuhan apa yang harus aku lakukan?
…
Malam
ini… iya. Baekhyun mengirimku sebuah pesan yang berisi bahwa malam ini
ia akan menyatakan cintanya di Taman tempat biasa aku dan dia berkumpul.
Ia memintaku untuk datang dan membantunya. Aku terduduk di depan meja
riasku dengan baju kaos bermotif spongebob bermodel croptee dengan
kebawahan rok jeans span sedikit diatas lutut. Rambutku sengaja ku urai
hanya dengan sebuah jepit yang menjepit poniku diatas. Aku melihat
pantulanku sekali lagi. Haruskah aku benar-benar pergi dan menyaksikan
Baekhyun menyatakan cintanya pada orang lain?
Aku
menghampiri seorang yeoja cantik memakai dress dengan rok yang sedikit
mengembang berwana semu pink dan cream. Rambutnya dikepang ke samping
sambil membawa sebuah tas kecil. Ia begitu terlihat manis dan cantik.
Aku memang menyuruhnya kesini.
“Hey kau, sudah lama menunggu?” sapaku dengan senyum.
“Ah, anieyo eonni. Aku baru saja sampai.” Ujarnya sambil merunduk.
“Ayo
ikut aku. oh iya, tutup matamu! Jangan sampai mengintip ya!” aku pun
memberikan sebuah sleyer pink yang ku ambil dari saku belakangku. Ia pun
menutup matanya dengan sleyer tadi.
Aku
menuntunnya berjalan menuju bangku favoritku di taman ini. Aku
menyuruhnya duduk dan pada hitungan ketiga, aku menyuruhnya untuk
membuka mata. Saat itulah yeoja itu terkesima dengan apa yang ada di
depannya. Puluhan lilin kecil berbentuk hati yang mengelilingi seorang
namja tampan yang membawa seikat bunga mawar merah.
“Chanmi,
aku tahu aku memang seorang pengecut. Harusnya aku katakana ini sejak
dulu sebelum kau pindah ke Jepang. Tapi siapa sangka kau kembali secara
tak ku sangka. Cukup sekali aku merasakan sakitnya kehilanganmu. Dan
sesaknya perasaanku menahan apa yang aku rasakan. Aku menyayangimu
Chanmi. Saranghae. Nae yeojachinguga dwaeojulae?” tak pernah ku lihat
Baekhyun berbicara sesungguh itu.
“Oppa…” yeoja cantik itu berbinar.
“Nado.
Aku juga menyayangimu. Aku mau.” Kalimat yang aku nantikan pun akhirnya
benar-benar meluncur dari mulut yeoja manis itu, Chanmi.
Chanmi
berjalan dan mengambil bunga pemberian Baekhyun. Dan Baekhyun pun
menarik Chanmi dalam pelukannya. Baekhyun menatapku dengan pandangan
puas dan bahagia, “Gomawo…” ujarnya tanpa suara dibalik punggung Chanmi
saat ia memeluk gadis manisnya. Sungguh pemandangan yang sangat
romantis. Aku membalasnya dengan senyuman ku setulus mungkin kemudian
aku berbalik.
“hmmmm…” aku menghela nafas. Ini saatnya aku kembali.
Air
mataku pun benar-benar tak dapat aku bendung. Sakit memang tapi aku
bahagia. Bahagia? Iya. Aku tidak berbohong. Bukankah seorang sahabat
yang baik itu akan ikut bahagia melihat sahabatnya bahagia? Walau akupun
tak memungkiri jika kristal-kristal bening yang terus mengalir dari
sudut mataku menandakan bahwa rasa sakit benar-benar menguasaiku saat
ini. Tapi dengan melihat senyum dan sorot mata Baekhyun yang terlihat
bahagia, itu sudah cukup membuatku puas karena aku sudah menjadi sahabat
yang baik untuknya.
*quote:
“mencintai seseorang yang mencintai kita ada suatu hal yang biasa. Tapi
merelakan seseorang yang kita cinta untuk bahagia bersama orang lain,
itu baru luar biasa.”
No comments:
Post a Comment