“Kalau
ternyata yang aku suka itu kamu bagaimana?” Namja berparas tampan itu berbicara
disela-sela derai angin sore itu.
“…Emm”
gadis itu tidak bisa berbicara apa-apa. Tidak tahu harus merespon ujaran namja
tadi seperti apa.
“Bagaimana?”
Namja itu kini merunduk dan menengok ke sebelah kanannya. Matanya menerobos dan
mencoba menerka apa yang gadis cantiknya pikirkan.
“Hmm… aku baru sadar yang selama ini selalu ada untukku, yang selalu
membantuku, menemaniku, yang selalu ada dalam benak dan pikiranku. Kamu yang
bisa menghapus segala kenangan aku dan dia yang tak ingin aku ingat lagi. Seseorang
yang selama ini aku cari ternyata ada di depan mataku. Orang itu kamu, Mina-ah.”
Namja tadi melanjutkan perkataannya sambil menatap pada anak-anak yang memang
sedang bermain di taman itu.
Masih
terpikirkan olehku, perkataan yang tiba-tiba terucap dari mulut teman baikku
sore itu. Ucapan yang tak pernah aku sangka. Tak pernah aku duga. Tak pernah
aku pikirkan. Kejadian yang mengejutkan itu masih membuatku bingung sampai saat
ini. Iya, itu memang sudah cukup lama. Sekarang, mungkin sudah sekitar dua
bulan yang lalu. Sore ini, aku terduduk
di sebuah bangku yang menjadi saksi bisu kejadian lampau di sore itu. Suasananya
masih sama. Banyak anak kecil yang sedang bermain di depan sana. Pohon rindang
yang memayungi setiap bangku taman yang ada. Angin yang membelai mesra memang
selalu membuatku nyaman menunggunya.
“Tebak
aku! Tebak aku!” mataku tiba-tiba gelap. Aku coba untuk menerka suara tadi
sekali lagi.
“Tebak
aku, cantik!” orang itu bersuara lagi. Aku tersenyum tipis.
“Sudahlah!
Lepaskan tanganmu dari mataku, Baekhyun-ah!” ucapku yakin. Ia pun melepaskan
tangannya yang menutupi mataku dan meyimpannya di atas bahuku.
“Mengapa
tebakanmu selalu benar?” ujarnya dengan nada kecewa dan menempelkan dagunya di
bahu kananku sambil memelukku yang sedang terduduk dari belakang bangku.
Aku
menatapnya sekilas, “karena aku sudah terbiasa, babo!” ceplosku. Aku menarik
tangannya dan menyuruhnya duduk disebelahku. Ia menurut saja. Berjalan dari
belakang bangku dan terduduk disebelah kananku. Tanpa melepaskan jemarinya dari
sela-sela jemariku.
Iya, dia
Baekhyun. Byun Baekhyun. Teman baikku. Aku mengenalnya sejak dua tahun lalu. Ia
teman sekelasku saat ini. Entahlah, sejak saat itu. Saat ia ungkapkan semua
perasaan yang sesungguhnya ini padaku sore itu. Aku dan dia memang kerap
seperti ini. Perlakuan spesial dan terkadang masuk kategori romantic seperti
tadi sudah tidak asing lagi untukku. Apa yang ia lakukan memang terkadang
membuatku tersenyum geli, mengingat tidak adanya status hubungan yang spesial
diantara kami berdua. Aku kira ia hanya bercanda tentang ungkapannya dua bulan
lalu. Tapi mengapa kini terlihat begitu serius? Aku tidak tahu jelas apa yang
sebenarnya terjadi padaku dan dia saat ini. Perlakuan yang lebih dari seorang
teman, tapi kami berdua pun tidak ada status apa-apa. Aku bingung.
“Neo neomu
yeppeuda!” Baekhyun mengelus kepalaku pelan, menatapnya sebentar kemudian
menyelipkan sebagian rambutku ke belakang telinga kiriku. aku hanya membalasnya
dengan senyuman dan mungkin mukaku yang bersemu merah. Ada sesuatu yang
bergetar di dalam sana. Entah apa.
“Ah iya
aku punya ini,” ia merogok saku kanan jaketnya dan mengeluarkan sebuah persegi
panjang berwarna merah, “Ini untukmu. Aku tahu belakangan ini memang kau sedang
menyukai ini bukan?” Ia memberikan persegi panjang tadi yang adalah sebuah
wafer stick coklat yang memang sering aku makan belakangan ini.
“Aaa, gomawoyo!” seruku antusias. Kemudian
cepat membukanya dan memakan isinya. Mimik puas terpancar jelas dari sorot
matanya yang menatap lekat kearah ku. Baekhyun menyubit kedua pipiku dan
mengelus kepalaku, gemas. lalu ia palingkan lagi ke arah taman bermain yang
penuh dengan anak-anak itu. Senyumku kian memekar dan tidak bisa ku sembunyikan
lagi bahwa aku memang senang.
“Neol
wonhae?” tanyaku sambil menyodorkan sebuah wafer stick coklat kearahnya.
Baekhyun hanya tersenyum sambil mengangguk. Ia membuka mulutnya, mengisyaratkan
aku untuk menyuapinya. Aku pun mendekatkan wafer stick coklat kemulutnya dan
memainkannya tepat saat ia ingin melahapnya.
Mungkin
kesal, Baekhyun menyergap tangan kananku oleh kedua tangannya, mengarahkan
tanganku menuju mulutnya. Ia pun akhirnya melahap wafer stick yang ada
ditanganku. Aku tertawa puas melihat ekspersi gemas saat aku mempermainkan
wafer stick yang akan ia makan. Merasa tidak terima, Baekhyun menarikku
mendekat padanya, merangkulku, dan mengacak rambutku kecil. Rangkulannya
mendalam dan tangannya menyuruhku bersandar padanya. Aku hanya menurutinya. Tangan
kirinya merangkulku hangat, tangannya yang lain meraih tanganku dan
mengenggamnya. Aku menyandarkan kepalaku padanya. Aku hanya tersenyum. Senang. Senang
sekali.
“Mina-ah,
mari kita nikmati satu lagi tanda kebesaran Tuhan.” Serunya. Aku menggerakkan
tubuhku untuk kembali ke posisi awal. Tapi Baekhyun mencegahku. Ia menahanku
agar tetap dalam posisi dekat seperti ini. Sekali lagi. Senja itu aku lewati
dengan dekap hangat Baekhyun. Sun set yang sangat indah. Lebih indah dengan
dari hari-hari lalu. Entah mengapa. Aku sangat senang kali ini.
Setelah
menghabiskan senja tadi, seperti biasa Baekhyun selalu mengantarku sampai
rumah. Kami berjalan bergandeng tangan menuju rumahku yang memang tidak begitu jauh dari taman
tempat biasa kami menghabiskan waktu senja akhir pekan kami. Jari jemari
Baekhyun mengisi selasela jemariku begitu erat. Tepat di depan rumahku kami
berhenti. Tangan kanannya mengambil tanganku dan ikut menggenggamnya sama
seperti apa yang dilakukan tangan kirinya sepanjang jalan tadi. Aku hanya
terdiam membalas tatapannya. Berusaha menahan gejolak getaran sesuatu yang aku
sendiri tidak tau apa.
“Terima
kasih untuk hari ini. Nan neomu hangbokhae. Jongmal gomabta. Kwon Mina” Ujarnya
tulus. Tangannya mengelus tanganku lembut. Matanya menatapku. Aku melihat
kedamaian terpancar dari kedua matanya.
Baekhyun
melepaskan jemarinya, dan memegang pipiku dengan kedua tangannya. Ia tiba-tiba
mencium keningku sekilas. Aku kaget. Dan membelalakan mataku melihatnya.
Baekhyun hanya memberikan senyuman khasnya yang jika aku perhatikan ternyata ia
memang tampan. Sangat tampan apalagi saat tersenyum seperti ini.
“Aku
pulang. Annyeong~” Baekhyun mengelus kepalaku lembut dan berjalan
meninggalkanku di depan rumah sambil melambai-lambaikan tangan. Ya, Tuhan. Apa
yang sebenarnya aku rasakan? Apa aku mulai menyukainya?
…
“Mina-ah,
cepat turun, nak. Temanmu sudah menunggu.” Suara Eomma terdengar samar dari
balik pintu putih kamarku. Aku merapihkan rambut dan rok terusanku sekali lagi
untuk memastikan bahwa tidak ada yang kurang lagi dari penampilanku. Aku pun
menuruni tangga dan mendapatkan seorang namja tampan sedang terduduk di ruang
tamu. Aku pun menghampirinya.
“Ajuma,
aku pinjam Mina hari ini, Ne?” Seru Baekhyun sambil melambaikan tangan ke arah Eomma
yang ada di pantry.
“Iya boleh
saja, asal dikembalikan tanpa cacat sedikitpun. Hahaha” Eomma menjawabnya
terkekeh. Aku hanya tersenyum dan ikut melambaikan tangan pada Eomma. Baekhyun
merangkulku dan kami berjalan bersama keluar rumah. Kemarin Baekhyun berjanji
akan mengajakku ke taman hiburan untuk bermain. Lagi. Perlakuannya semakin
membuatku bingung dengan apa yang sebenarnya aku rasakan terhadap teman
sekelasku ini. Aku masih bingung untuk merespon perlakuannya. Ditambahlagi
pengakuannya tentang perasaannya terhadapku yang kerap kali ia ucapkan. Aku
masih bingung.
Setelah
menaiki salah satu wahana permainan, Baekhyun mengajakku makan siang di salah
satu kedai ramyun. Kami berdua hanya memesan dua ramyun dan dua squash. Karena
tidak ingin makan makanan yang terlalu berat. Kami bercanda dan bergurau saat
menunggu pesanan datang. Beberapa kali Baekhyun mengeluarkan kata-kata dahsyat
yang terdengar manis ditelingaku. Tatapannya begitu hangat dan membuatku
semakin nyaman.
Pesanan
aku dan Baekhyun pun tiba. Aku dan dia langsung menyantapnya. Tanpa sungkan ia
menyodorkan sumpit yang sudah terlilit ramyunnya ke arahku.
“Meokgo..”
ucapnya dengan senyum khas yang mulai aku sukai itu. Aku menurut dan mebuka
mulutku. Baekhyuhn pun menyuapiku ramyunnya padaku. Diakhiri dengan ulasan
lembut jempolnya disudut bibirku. Aku tersenyum sekilas dan langsung mengambil
tangannya.
“Baekkie-ah,”
ucapku.
“Hmm, wae?”
Baekhyun mengerutkan dahinya sambil menatapku.
“Umm, aku
takut.” Jawabku. Baekhyun kian mengerutkan dahinya, bingung.
“Aku takut
aku benar-benar menyukaimu.” Kata-kata itu meluncur dengan mulus dari bibirku.
“Andwae.
Maldo andwae!” Ekspresi Bakhyun berubah, aku tidak tahu itu ekspresi kaget atau
apa.
“Bagaimana
bisa perasaan ini aku tolak sedangkan kau terus berlaku seperti ini.” Aku
menunduk tidak berani untuk menatapnya kali ini.
“Tidak
mungkin. Tidak boleh.” Hanya kata-kata itu yang terdengar oleh ku.
“Apa? Apa maksudnya tidak boleh?” batinku menerka maksudnya.
“Tidak,
Mina. Kau tidak boleh menyukaiku. Cukup aku saja yang menyukaimu. Jangan
sebaliknya.” Ujarannya terdengar begitu tulus tapi sangat menusuk.
“Apa
maksudmu aku tidak boleh membalas perasaanmu?” aku mencoba untuk menatapnya. Menunggu
kata-kata apalagi yang akan dia katakan.
“Sudahlah,
kau tidak perlu tau. Ayo habiskan makananmu sebelum dingin.” Ia memberikan
senyum khasnya dan kembali memakan ramyunnya. Entahkenapa, ada sesuatu yang
berbeda dibalik senyumnya.
…
Aku masih
tidak mengerti apa maksud perkataannya yang tidak mengizinkanku untuk
menyukainya. Begitu jelas ekspresi yang berbeda saat aku katakan bahwa aku
takut menyukainya. “Cukup aku yang menyukaimu. Jangan sebaliknya” ? sunggu aku
tidak mengerti maksudnya.
Bel pulang
telah berbunyi. Para murid meninggalkan kelas satu per satu. Begitu pula
denganku. Namun Baekhyun menarik tanganku pelan saat aku melewati bangkunya. Aku
menatapnya hampa. Sejak saat itu, rasa sakit mulai merasukiku jika aku menatap
mata indahnya itu.
“Mina-ah,
kamu pulang denganku, Ne?” Ia tersenyum manis seperti biasa. Aku hanya
mengangguk dan menunggunya membereskan mejanya. Setelah selesai ia meraih
tanganku dan berjalan menuntunku menuju parkiran motor yang berada disebelah
kanan sekolah.
Aku turun
didepan rumahku dan menyuruhnya memasukan motornya kedalam garasi rumahku. Kami
berdua pun masuk ke rumah. Aku berjalan menuju kamarku untuk mengganti baju dan
Baekhyun menunggu di ruang TV. Mengobrol dengan eomma. Mereka memang sudah
terlihat sangat akrab. Setelah menggati baju seragamku aku segera menghampiri
mereka berdua yang tengah asyik berbincang. Eomma pun meninggalkan kami berdua
di ruang TV untuk membuatkan minuman dan makanan ringan untuk kami.
Aku dan
Baekhyun dekat seperti biasa. Baekhyun merangkulku hangat dan menyuruhku
bersandar padanya sambil menonton dvd film. Seperti yang biasa kita lakukan. Aku
semakin tidak mengerti dengan keadaan kami yang seperti ini.
“Baekkie-ah.
Aku tidak mengerti. Aku takut, aku benar-benar mulai menyukaimu. Kau terus
memperlakukanku seperti ini. Dan kau juga pasti tahu perlakuan ini terlalu
spesial untuk perlakuan seorang teman. Bahkan seorang sahabat sekali pun.” Suaraku
bergetar menahan air mata yang mulai memenuhi kelopak mataku. tak ada respon
dari Baekhyun. Entah apa yang dia pikirkan saat ini.
“Kau,
tidak boleh menyukaiku.” Ucapan itu terdengar lagi.
“Sudah ku
bilang kau jangan sampai menyukaiku. Cupuk aku yang menyukaimu. Tidak perlu
sebaliknya.” Ujar Baekhyun lagi.
“Tapi
kenapa?” aku mencoba menerobos matanya mencari alasan.
“Jika kau
menyukaiku, sebuah harapan baru akan muncul. Dan aku takut tidak bisa memenuhi
harapan itu. Aku memang menyayangimu. Tapi aku tidak bisa menjanjikanmu sebuah
ikatan. Maafkan aku. Aku lebih suka kita seperti ini. Aku hanya takut jika kita
berpacaran dan suatu hari hubungan itu akan berakhir, kau akan menjauh. Aku
hanya tidak mau ini berakhir. Itu saja.” Jelasnya.
Entahlah,
aku tidak bisa berkata-kata lagi. Air mataku jatuh tanpa bisa aku tahan lagi. Iya.
Penjelasan itu memang cukup masuk akal. Tapi mengapa terdengar begitu
menyakitkan? Aku mengusap mataku, “Aku lelah. Aku ingin istirahat. Terima kasih
untuk hari ini.” Aku menunduk dan berlari ke kamar. Tidak berani menatap Baekhyun
lagi.
“Mina-ah…
Ya! Kwon Mina~” panggilan itu ku hiraukan dan aku terus berlari menuruni
tangga.
“Maafkan
aku jika aku menyakitimu.” Suaranya terdengar samar.
…
No comments:
Post a Comment