Pages

Sunday, February 15, 2015

Yes, I'm Happy [Part. 1]

“Kalau ternyata yang aku suka itu kamu bagaimana?” Namja berparas tampan itu berbicara disela-sela derai angin sore itu.

“…Emm” gadis itu tidak bisa berbicara apa-apa. Tidak tahu harus merespon ujaran namja tadi seperti apa.

“Bagaimana?” Namja itu kini merunduk dan menengok ke sebelah kanannya. Matanya menerobos dan mencoba menerka apa yang gadis cantiknya pikirkan.

“Hmm… aku baru sadar yang selama ini selalu ada untukku, yang selalu membantuku, menemaniku, yang selalu ada dalam benak dan pikiranku. Kamu yang bisa menghapus segala kenangan aku dan dia yang tak ingin aku ingat lagi. Seseorang yang selama ini aku cari ternyata ada di depan mataku. Orang itu kamu, Mina-ah.” Namja tadi melanjutkan perkataannya sambil menatap pada anak-anak yang memang sedang bermain di taman itu.

Masih terpikirkan olehku, perkataan yang tiba-tiba terucap dari mulut teman baikku sore itu. Ucapan yang tak pernah aku sangka. Tak pernah aku duga. Tak pernah aku pikirkan. Kejadian yang mengejutkan itu masih membuatku bingung sampai saat ini. Iya, itu memang sudah cukup lama. Sekarang, mungkin sudah sekitar dua bulan yang lalu.  Sore ini, aku terduduk di sebuah bangku yang menjadi saksi bisu kejadian lampau di sore itu. Suasananya masih sama. Banyak anak kecil yang sedang bermain di depan sana. Pohon rindang yang memayungi setiap bangku taman yang ada. Angin yang membelai mesra memang selalu membuatku nyaman menunggunya.

“Tebak aku! Tebak aku!” mataku tiba-tiba gelap. Aku coba untuk menerka suara tadi sekali lagi.

“Tebak aku, cantik!” orang itu bersuara lagi. Aku tersenyum tipis.

“Sudahlah! Lepaskan tanganmu dari mataku, Baekhyun-ah!” ucapku yakin. Ia pun melepaskan tangannya yang menutupi mataku dan meyimpannya di atas bahuku.

“Mengapa tebakanmu selalu benar?” ujarnya dengan nada kecewa dan menempelkan dagunya di bahu kananku sambil memelukku yang sedang terduduk dari belakang bangku.

Aku menatapnya sekilas, “karena aku sudah terbiasa, babo!” ceplosku. Aku menarik tangannya dan menyuruhnya duduk disebelahku. Ia menurut saja. Berjalan dari belakang bangku dan terduduk disebelah kananku. Tanpa melepaskan jemarinya dari sela-sela jemariku.

Iya, dia Baekhyun. Byun Baekhyun. Teman baikku. Aku mengenalnya sejak dua tahun lalu. Ia teman sekelasku saat ini. Entahlah, sejak saat itu. Saat ia ungkapkan semua perasaan yang sesungguhnya ini padaku sore itu. Aku dan dia memang kerap seperti ini. Perlakuan spesial dan terkadang masuk kategori romantic seperti tadi sudah tidak asing lagi untukku. Apa yang ia lakukan memang terkadang membuatku tersenyum geli, mengingat tidak adanya status hubungan yang spesial diantara kami berdua. Aku kira ia hanya bercanda tentang ungkapannya dua bulan lalu. Tapi mengapa kini terlihat begitu serius? Aku tidak tahu jelas apa yang sebenarnya terjadi padaku dan dia saat ini. Perlakuan yang lebih dari seorang teman, tapi kami berdua pun tidak ada status apa-apa. Aku bingung.

“Neo neomu yeppeuda!” Baekhyun mengelus kepalaku pelan, menatapnya sebentar kemudian menyelipkan sebagian rambutku ke belakang telinga kiriku. aku hanya membalasnya dengan senyuman dan mungkin mukaku yang bersemu merah. Ada sesuatu yang bergetar di dalam sana. Entah apa.

“Ah iya aku punya ini,” ia merogok saku kanan jaketnya dan mengeluarkan sebuah persegi panjang berwarna merah, “Ini untukmu. Aku tahu belakangan ini memang kau sedang menyukai ini bukan?” Ia memberikan persegi panjang tadi yang adalah sebuah wafer stick coklat yang memang sering aku makan belakangan ini.

 “Aaa, gomawoyo!” seruku antusias. Kemudian cepat membukanya dan memakan isinya. Mimik puas terpancar jelas dari sorot matanya yang menatap lekat kearah ku. Baekhyun menyubit kedua pipiku dan mengelus kepalaku, gemas. lalu ia palingkan lagi ke arah taman bermain yang penuh dengan anak-anak itu. Senyumku kian memekar dan tidak bisa ku sembunyikan lagi bahwa aku memang senang.

“Neol wonhae?” tanyaku sambil menyodorkan sebuah wafer stick coklat kearahnya. Baekhyun hanya tersenyum sambil mengangguk. Ia membuka mulutnya, mengisyaratkan aku untuk menyuapinya. Aku pun mendekatkan wafer stick coklat kemulutnya dan memainkannya tepat saat ia ingin melahapnya.

Mungkin kesal, Baekhyun menyergap tangan kananku oleh kedua tangannya, mengarahkan tanganku menuju mulutnya. Ia pun akhirnya melahap wafer stick yang ada ditanganku. Aku tertawa puas melihat ekspersi gemas saat aku mempermainkan wafer stick yang akan ia makan. Merasa tidak terima, Baekhyun menarikku mendekat padanya, merangkulku, dan mengacak rambutku kecil. Rangkulannya mendalam dan tangannya menyuruhku bersandar padanya. Aku hanya menurutinya. Tangan kirinya merangkulku hangat, tangannya yang lain meraih tanganku dan mengenggamnya. Aku menyandarkan kepalaku padanya. Aku hanya tersenyum. Senang. Senang sekali.

“Mina-ah, mari kita nikmati satu lagi tanda kebesaran Tuhan.” Serunya. Aku menggerakkan tubuhku untuk kembali ke posisi awal. Tapi Baekhyun mencegahku. Ia menahanku agar tetap dalam posisi dekat seperti ini. Sekali lagi. Senja itu aku lewati dengan dekap hangat Baekhyun. Sun set yang sangat indah. Lebih indah dengan dari hari-hari lalu. Entah mengapa. Aku sangat senang kali ini.

Setelah menghabiskan senja tadi, seperti biasa Baekhyun selalu mengantarku sampai rumah. Kami berjalan bergandeng tangan menuju rumahku  yang memang tidak begitu jauh dari taman tempat biasa kami menghabiskan waktu senja akhir pekan kami. Jari jemari Baekhyun mengisi selasela jemariku begitu erat. Tepat di depan rumahku kami berhenti. Tangan kanannya mengambil tanganku dan ikut menggenggamnya sama seperti apa yang dilakukan tangan kirinya sepanjang jalan tadi. Aku hanya terdiam membalas tatapannya. Berusaha menahan gejolak getaran sesuatu yang aku sendiri tidak tau apa.

“Terima kasih untuk hari ini. Nan neomu hangbokhae. Jongmal gomabta. Kwon Mina” Ujarnya tulus. Tangannya mengelus tanganku lembut. Matanya menatapku. Aku melihat kedamaian terpancar dari kedua matanya.

Baekhyun melepaskan jemarinya, dan memegang pipiku dengan kedua tangannya. Ia tiba-tiba mencium keningku sekilas. Aku kaget. Dan membelalakan mataku melihatnya. Baekhyun hanya memberikan senyuman khasnya yang jika aku perhatikan ternyata ia memang tampan. Sangat tampan apalagi saat tersenyum seperti ini.

“Aku pulang. Annyeong~” Baekhyun mengelus kepalaku lembut dan berjalan meninggalkanku di depan rumah sambil melambai-lambaikan tangan. Ya, Tuhan. Apa yang sebenarnya aku rasakan? Apa aku mulai menyukainya?

“Mina-ah, cepat turun, nak. Temanmu sudah menunggu.” Suara Eomma terdengar samar dari balik pintu putih kamarku. Aku merapihkan rambut dan rok terusanku sekali lagi untuk memastikan bahwa tidak ada yang kurang lagi dari penampilanku. Aku pun menuruni tangga dan mendapatkan seorang namja tampan sedang terduduk di ruang tamu. Aku pun menghampirinya.

“Ajuma, aku pinjam Mina hari ini, Ne?” Seru Baekhyun sambil melambaikan tangan ke arah Eomma yang ada di pantry.

“Iya boleh saja, asal dikembalikan tanpa cacat sedikitpun. Hahaha” Eomma menjawabnya terkekeh. Aku hanya tersenyum dan ikut melambaikan tangan pada Eomma. Baekhyun merangkulku dan kami berjalan bersama keluar rumah. Kemarin Baekhyun berjanji akan mengajakku ke taman hiburan untuk bermain. Lagi. Perlakuannya semakin membuatku bingung dengan apa yang sebenarnya aku rasakan terhadap teman sekelasku ini. Aku masih bingung untuk merespon perlakuannya. Ditambahlagi pengakuannya tentang perasaannya terhadapku yang kerap kali ia ucapkan. Aku masih bingung.

Setelah menaiki salah satu wahana permainan, Baekhyun mengajakku makan siang di salah satu kedai ramyun. Kami berdua hanya memesan dua ramyun dan dua squash. Karena tidak ingin makan makanan yang terlalu berat. Kami bercanda dan bergurau saat menunggu pesanan datang. Beberapa kali Baekhyun mengeluarkan kata-kata dahsyat yang terdengar manis ditelingaku. Tatapannya begitu hangat dan membuatku semakin nyaman.

Pesanan aku dan Baekhyun pun tiba. Aku dan dia langsung menyantapnya. Tanpa sungkan ia menyodorkan sumpit yang sudah terlilit ramyunnya ke arahku.

“Meokgo..” ucapnya dengan senyum khas yang mulai aku sukai itu. Aku menurut dan mebuka mulutku. Baekhyuhn pun menyuapiku ramyunnya padaku. Diakhiri dengan ulasan lembut jempolnya disudut bibirku. Aku tersenyum sekilas dan langsung mengambil tangannya.

“Baekkie-ah,” ucapku.

“Hmm, wae?” Baekhyun mengerutkan dahinya sambil menatapku.

“Umm, aku takut.” Jawabku. Baekhyun kian mengerutkan dahinya, bingung.

“Aku takut aku benar-benar menyukaimu.” Kata-kata itu meluncur dengan mulus dari bibirku.

“Andwae. Maldo andwae!” Ekspresi Bakhyun berubah, aku tidak tahu itu ekspresi kaget atau apa.

“Bagaimana bisa perasaan ini aku tolak sedangkan kau terus berlaku seperti ini.” Aku menunduk tidak berani untuk menatapnya kali ini.

“Tidak mungkin. Tidak boleh.” Hanya kata-kata itu yang terdengar oleh ku.

“Apa? Apa maksudnya tidak boleh?” batinku menerka maksudnya.

“Tidak, Mina. Kau tidak boleh menyukaiku. Cukup aku saja yang menyukaimu. Jangan sebaliknya.” Ujarannya terdengar begitu tulus tapi sangat menusuk.

“Apa maksudmu aku tidak boleh membalas perasaanmu?” aku mencoba untuk menatapnya. Menunggu kata-kata apalagi yang akan dia katakan.

“Sudahlah, kau tidak perlu tau. Ayo habiskan makananmu sebelum dingin.” Ia memberikan senyum khasnya dan kembali memakan ramyunnya. Entahkenapa, ada sesuatu yang berbeda dibalik senyumnya.

Aku masih tidak mengerti apa maksud perkataannya yang tidak mengizinkanku untuk menyukainya. Begitu jelas ekspresi yang berbeda saat aku katakan bahwa aku takut menyukainya. “Cukup aku yang menyukaimu. Jangan sebaliknya” ? sunggu aku tidak mengerti maksudnya.

Bel pulang telah berbunyi. Para murid meninggalkan kelas satu per satu. Begitu pula denganku. Namun Baekhyun menarik tanganku pelan saat aku melewati bangkunya. Aku menatapnya hampa. Sejak saat itu, rasa sakit mulai merasukiku jika aku menatap mata indahnya itu.

“Mina-ah, kamu pulang denganku, Ne?” Ia tersenyum manis seperti biasa. Aku hanya mengangguk dan menunggunya membereskan mejanya. Setelah selesai ia meraih tanganku dan berjalan menuntunku menuju parkiran motor yang berada disebelah kanan sekolah.

Aku turun didepan rumahku dan menyuruhnya memasukan motornya kedalam garasi rumahku. Kami berdua pun masuk ke rumah. Aku berjalan menuju kamarku untuk mengganti baju dan Baekhyun menunggu di ruang TV. Mengobrol dengan eomma. Mereka memang sudah terlihat sangat akrab. Setelah menggati baju seragamku aku segera menghampiri mereka berdua yang tengah asyik berbincang. Eomma pun meninggalkan kami berdua di ruang TV untuk membuatkan minuman dan makanan ringan untuk kami.

Aku dan Baekhyun dekat seperti biasa. Baekhyun merangkulku hangat dan menyuruhku bersandar padanya sambil menonton dvd film. Seperti yang biasa kita lakukan. Aku semakin tidak mengerti dengan keadaan kami yang seperti ini.

“Baekkie-ah. Aku tidak mengerti. Aku takut, aku benar-benar mulai menyukaimu. Kau terus memperlakukanku seperti ini. Dan kau juga pasti tahu perlakuan ini terlalu spesial untuk perlakuan seorang teman. Bahkan seorang sahabat sekali pun.” Suaraku bergetar menahan air mata yang mulai memenuhi kelopak mataku. tak ada respon dari Baekhyun. Entah apa yang dia pikirkan saat ini.

“Kau, tidak boleh menyukaiku.” Ucapan itu terdengar lagi.

“Sudah ku bilang kau jangan sampai menyukaiku. Cupuk aku yang menyukaimu. Tidak perlu sebaliknya.” Ujar Baekhyun lagi.

“Tapi kenapa?” aku mencoba menerobos matanya mencari alasan.

“Jika kau menyukaiku, sebuah harapan baru akan muncul. Dan aku takut tidak bisa memenuhi harapan itu. Aku memang menyayangimu. Tapi aku tidak bisa menjanjikanmu sebuah ikatan. Maafkan aku. Aku lebih suka kita seperti ini. Aku hanya takut jika kita berpacaran dan suatu hari hubungan itu akan berakhir, kau akan menjauh. Aku hanya tidak mau ini berakhir. Itu saja.” Jelasnya.

Entahlah, aku tidak bisa berkata-kata lagi. Air mataku jatuh tanpa bisa aku tahan lagi. Iya. Penjelasan itu memang cukup masuk akal. Tapi mengapa terdengar begitu menyakitkan? Aku mengusap mataku, “Aku lelah. Aku ingin istirahat. Terima kasih untuk hari ini.” Aku menunduk dan berlari ke kamar. Tidak berani menatap Baekhyun lagi.

“Mina-ah… Ya! Kwon Mina~” panggilan itu ku hiraukan dan aku terus berlari menuruni tangga.

“Maafkan aku jika aku menyakitimu.” Suaranya terdengar samar.

No comments:

Post a Comment

 

Blogger news

Blogroll

SpongeBob 3

About