“Astaga!!” buru-buru ia tutupi
dahinya dengan telapak tangan kanannya. “Ya Tuhan! Ini enggak banget!!” dengan
segera ia membebaskan poninya dari jepitan sang jepit rambut lalu merapikannya.
Setelah mulai merasa percaya diri, ia pergi keluar kamar menuju meja makan.
Duduk dan menyantap perlahan sarapan yang telah siap di mejanya, nasi goreng
dengan telur mata sapi.
Setelah selesai makan, ia pun
mengikat tali sepatunya dan siap-siap berangkat sekolah. Sekilas ia menatap jam tangannya dan tertera
angka 06:00. Ya, ia harus berangkat. Jarak antara rumah dan sekolahnya memang
agak jauh. Jadi ia harus berangkat lebih pagi lagi. Ia mulai berpamitan pada
ibunya lalu menaiki sebuah motor yang akan dikemudikan oleh ayahnya nanti.
Sesampainya di sekolah, Fairy dan
kawan-kawan lainnya disuruh berbaris dilapangan. Dipandu oleh kakak OSIS yang
menjadi pembimbing kelas atau PKnya. Dari baris tengah sekilas ia lihat seorang
lelaki datang perlahan menuju barisannya. ‘Kece’ satu kata yang tersirat begitu
saja dikepala Fairy. Terus ia pandangi lekat-lekat sosok lelaki itu. Seorang
lelaki yang lumayan tinggi, berkulit sawo matang, dan yang paling mencolok
adalah mata elangnya. Fairy terus memandanginya diam-diam. Jelas terbaca
tatapannya adalah tatapan kagum, seperti tatapan suka. Ia akui kakak itu memang
keren. Tapi siapa dia? Mengapa kakak itu terus berdiri di depan barisan Fairy?
Fairy terus menatap dalam kakak kece itu. Hingga pada saat sang kakak kece itu
menatap ke arah Fairy. Tepat ke kedua matanya. Mata mereka berdua bertemu pada
saat ini. Fairy yang tertangkap basah sedang memperhatikannya hanya bisa diam,
tak tahu harus bagaimana. Pada akhirnya, kakak kece itu melemparkan sebuah
senyum pada Fairy lalu memalingkan pandangannya pada objek lain. “Ya Tuhan,
senyumnya manis sekali!” seru hati Fairy. Kemudian pipinya bersemu merah,
sedikit senyum malu tersimpul jelas di bibirnya. Terlihat Fairy sedikit salah
tingkah.
Waktu menunjukan pukul 7 tepat. Upacara
segera di mulai dan si kakak kece mulai menghilang dari tatapan Fairy, ia mulai
berjalan menuju barisan yang lain, barisan para anggota OSIS. Oh, ternyata
benar. Ia memang salah satu anggota OSIS. Keren.
Lima menit, sepuluh menit, hingga
dua puluh menit kira-kira upacara berlangsung. Setelah diberikan beberapa
pengumuman, para siswa-siswi baru mulai disuruh masuk kedalam kelas masing-masing.
Begitu juga Fairy yang berjalan menuju kelas X-10. Beberapa saat setelah Fairy
duduk mantap. Datanglah kakak PK perempuan yang memang telah Fairy kenal sejak
pemberitahuan barang-barang waktu kemarin lusa. Kemudian disusul dengan seorang
kakak OSIS kece yang tadi sebelum upacara Fairy lihat. Fairy sedikit tersenyum
lalu berusaha menyembunyikan perasaan salah tingkahnya.
Kakak itu maju ke depan kelas,
berdiri di depan meja paling depan, tepat dihadapan Fairy. Fairy bingung. Ia
bingung harus merasakan apa. Mungkin ia memang merasakan pipinya mulai kembali
bersemu merah muda. Entah karena malu atau senang. Kini ia dapat memperhatikan
kakak OSIS keren itu sedekat ini. Fairy tetap kembali berusaha menjaga imejnya agar
tidak salah tingkah.
“Adik-adik, nih, kenalkan. Kakak ini
juga PK kalian. Kemarin lusa dia gak bisa datang karena sakit.” Jelas PK
perempuan, Ka Selvia.
“Ohya, Kenalin saya Genrifinadi
Palevi. Panggil Ge atau Levi. Ya, bebas deh. Saya dari kelas 11 Ipa 1.”
Kemudian tebar senyum memperlihatkan susunan gigi rapinya yang membuat
penampilannya makin keren.
“Oh Genrifinadi Palevi. Oke, Kak Ge
atau Ka Levi?! Anak IPA 1? Astaga! Pintar, dong!!” Bisik hati Fairy.
Setelah itu, memulai perkenalan yang
dimulai dari paling belakang. Semuanya ditanggapi Kak Levi dengan senyum dan
anggukan. Fairy terus memandangi wajah keren Kak Levi. Menatap lekat setiap
senyum yang Kak Levi lemparkan. Kak Levi yang tampan, akan makin terlihat manis
saat ia tersenyum, anggap Fairy. Terus ia perhatikan muka Kak Levi dari jarak
dekat seperti ini. Hingga akhirnya giliran Fairy tiba untuk perkenalan. Ia
berjalan perlahan keluar meja dan berdiri di depan. Di sebelah Kak Levi. Cowok
kecek dari OSIS anak 11 IPA 1.
“Nama saya Fairy Vanessa. Asal SMP
Harapan Bangsa.” Kak Levi ngangguk-ngangguk.
“Hobi saya nyanyi, dengar musik,
sama twitter-an. Terima kasih.” Buru-buru ia menutup sesi perkenalannya dengan
cepat karena tak tahan dengan jantungnya yang terus berdegup kencang saat
berdiri di sebelah Kak Levi. Beberapa detik kemudian, Kak Levi meraih bahu Fairy,
“Hobi twitter-an? Username-nya apa?”
“Eh?” Fairy gelagapan dan tak tahu
harus jawab apa dan berekspresi seperti apa. Sekali lagi ia malu tapi ia senang.
Kali ini, sepasang mata tertuju padanya, disertai senyuman hangat pula. Dan
yang membuat jantungnya makin berdegup kencang adalah kini telapak tangan Kak
Levi tersentuh mantap memegang bahu Fairy. Beberapa saat kemudian, Kak Selvia
mencairkan suasana, “Jangan mulai, Lev!”
“Hehe iya-iya maaf, ya? Ya sudah,
silahkan duduk. Terima Kasih.” Seru Kak Levi sambil menepuk lembut bahu Fairy
lalu mempersilahkannya duduk kembali. Dan itu membuah jantung Fairy makin
berdetak cepat.
Tak terasa waktu cepat berlalu,
sekarang Fairy dan Kak Levi sudah semakin akrab. Fairy sekarang sudah kelas 11
Ipa 1, mengikuti jejak Kak Levi. Begitu juga Kak Levi yang kini kelas 12 Ipa 1.
Entah bagaimana caranya mereka dekat. Yang pasti mereka selalu aktif berhunbungan
melalui jejaring sosial maupun SMS,
tapi tidak jarang juga mereka saling bertegur sapa saat tak sengaja berpapasan
di sekolah. Fairy senang kini telah semakin dekat dengan Kak Levi, kakak keren
yang ia taksir. Bahkan akhir-akhir ini Kak Levi sudah menganggap Fairy seperti
adiknya sendiri.
Di suatu hari Sabtu, saatnya Fairy
mengikuti ekstrakurikuler Pramuka. Semua berkumpul di lapangan. Saatnya
permainan! Kini semua berbaris membentuk lingkaran. Permainan kali ini adalah halang
rintang. Salah satu kakak pramuka berbicara sambil berteriak, “Dalam hitungan
ke-3, semuanya berpisan dan mencari pasangan. Siapa yang tidak mendapatkan
pasangan akan dihukum. Siap? Satu…Dua…Tiga…” Semuanya langsung berpencar
mencari pasangan. Fairy berlari menuju Merris, namun sayang Merris telah
berpasangan dengan Gita. Sedangkan Vierni dengan Henry. Fairy tak mau dihukum.
Ia terus melihat dan mencari kesegala penjuru. Namun tiba-tiba, ada seorang
yang menarik lalu menggenggam kedua tangannya. Sontak, Fairy kaget. Saat ia
menatap wajah orang itu…
“Kakak!” Serunya pelan, kaget. Ia
bingung harus berkata apalagi. Fairy hanya bisa menatap orang itu tanpa arti
yang pasti. Fairy menatap dalam mata orang yang kini tengan tersenyum
kepadanya. Seorang pangeran dalam mimpinya menyelamatkannya dari hukuman. Kak
Levi. Ya, Genrifinadi Palevi. “Sudah, sama Levi aja, ya? Awas loh ya kalo gak
kompak terus dihukum. Nanti Levi sia-sia ikutan main.” Seru Kak Levi, masih
sambil menggenggam tangan Fairy. Fairy hanya mengangguk perlahan, entah harus
berekspresi seperti apa.
Semua telah berpasangan, Kak Ferdi
mulai memberitahukan aturan mainnya. Semua peserta permainan diharuskan
mengikatkan tali sepatunya ke tali sepatu pasangannya. Dengan kata lain, salah
satu kaki mereka terikat bersamaan, selanjutnya mereka juga diharuskan untuk
saling berpegangan tangan. Tujuannya adalah untuk mengikat dan mempersulit mereka
saat berjalan. Dan hanya pasangan yang kompaklah yang akan berhasil melewati
halang rintang berdampingan.
Kembali pada Fairy dan Kak Levi
disampingnya. Fairy masih binggung harus merasakan apa menanggapi peraturan
permainan yang aneh tadi. Harus berpegangan tangan katanya. Apakah Fairy harus
senang? Atau malu? Pipinya yang memerah dapat menggambarkan apa yang sedang ia
rasa.
Setelah selesai mendengarkan
peraturan yang Kak Ferdy katakan, Kak Levi lantas turun dan mulai berlutut
disebelah Fairy, mengambil tali sepatu kanan Fairy dan mulai melepasnya.
Kemudian ia lakukan hal tadi pada sepatu kirinya. Kak Levi mulai mengikat tali
sepatu mereka. Fairy binggung harus berkata apa lagi. Tangannya hanya menggaruk
kepalanya yang tak gatal secara otomatis. Setelah Kak Levi selesai dengan pekerjaan
tadi, ia pun berdiri dan mulai meraih tangan Fairy. Dengan mantap Kak Levi
mulai mengisi sela-sela diantara jemari tangan kanan Fairy. Secara otomatis, Fairy
membalas genggaman Kak Levi. Kak Levi merasakan tangan Fairy dingin dan
berkeringat, “Santai dong, Fay! Se-ma-ngat!!” Seru Kak Levi sambil mengelus
pelan kepala Fairy.
Fairy berjalan sendiri menuju
gerbang, rencanyanya ia ingin pergi ke mall terdekat untuk membeli sebuah gaun
baru untuk Promnite besok malam. Baru
saja satu langkah keluar dari gerbang sekolah, ada orang yang menarik
lengannya. Saat ia melirik orang yang ada di belakangnya, “Eh, Kakak?!” serunya
kaget.
“Eh, kamu mau langsung pulang atau kemana? Ada acara?” Fairy
menggeleng. “Ikut Levi beli buku mau, gak?” Seru orang yang tadi sempat
menahannya. “Aku kira dia ingat…” gumam hati kecil Fairy.
Fairy hanya terdiam dan mengangguk
sedaadanya, lalu begitu saja berjalan mengikuti Kak Levi. Kak Levi berjalan
santai menuju mall terdekat yang hanya berjarak beberapa blok dari sekolah
mereka. Fairy menatap lelaki yang ada didepannya hampa. “Tumben sekali ia
mengajakku membeli buku. Tapi kenapa harus hari ini? Apa dia lupa? Atau… ya
sudahlah biarkan saja.” Pikirannya menerka.
Dua orang itu mantap melangkahkan
kakinya masuk ke dalam mall tersebut dan langsung menuju toko buku yang berada
di lantai paling atas. Setelah memasuki toko buku, Kak Levi mulai memilih-milih
buku mana yang akan ia beli. Fairy pergi menuju rak tumpukan buku-buku novel.
Sesekali Fairy membaca sinopsis novel tersebut. Seketika ia tersadar, maksudnya
pergi kan untuk membeli gaun baru untuk promnite.
Setelah itu ia berjalan menuju tempat Kak Levi melihat buku-buku tadi. Tapi tak
didapatinya sosok kakak keren yang ia cari. Fairy melihat ke kanan dan ke kiri,
celingak-celinguk mencari Kak Levi. Tiba-tiba…
“Nyariin Levi, ya? Kangen, ya?” Seru
seorang cowok dari belakang telinganya.
“Hah? Siapa ini?” Seru Fairy kaget
seraya memegang matanya yang tertutupi oleh dua tangan seseorang.
“Ayo tebak! Ayo tebak!” Seru cowok
yang menutupi matanya dari belakang semakin geregetan.
“Siapa ih siapa?” tanya Fairy makin
penasaran.
“Ah, kamu tebak-tebakan gini doang
nyerah! Masa gak kenal suaranya, sih?” Kata cowok itu menyerah, melepas
tangannya dari mata Fairy, kemudian merangkul Fairy hangat. Fairy hanya
terdiam. Hatinya terbang entah sudah sampai langit ke berapa. Kak Levi
merangkulnya sedekat ini. Mukanya berubah menjadi merah padam karena malu.
Jantungn Fairy berdegup kian cepat.
Kak Levi menariknya menuju kasir
terdekat. Membayar buku yang tadi Kak Levi pilih. Setelah itu, Fairy meminta
Kak Levi menemaninya membeli gaun untuk promnite.
Setiap baju yang Fairy pilih selalu ditanggapi bagus oleh Kak Levi.
“Yang ini?” tanya Fairy. “Bagus kok!
Cantik.” Balas Kak Levi sambil menatap Fairy dari atas sampai bawah. “Ih, yang
bener, dong! Masa semuanya bagus?” kata Fairy kesal. Levi hanya menanggapinya
dengan senyum. “Mau pakai baju gembel
pun kamu bakal selalu kelihatan cantik, Fay!” Seru hati Kak Levi yang tak
mungkin terdengar oleh Fairy.
Setelah mendapat gaun yang pas, Fairy
lekas membayarnya di kasir. Sudah. Kebutuhan Fairy sudah terpenuhi. Kak Levi
lapar, lalu mengajak Fairy untuk makan di foodcourt.
Fairy menurut saja karena ia juga lapar. Fairy memilih makanan chiken katsu, sedangkan Kak Levi
memilkih chiken carazon. Beberapa
menit kemudian makanan mereka tersaji diatas meja. Tanpa aba-aba mereka
menyantapnya secara bersamaan.
“Coba ini!” Kata Kak Levi sambil
memberikan sepotong makanannya ke arah mulut Fairy. Fairy menurut saja lalu
membuka mulutnya.
“Ups, maaf saosnya jadi belepotan
gini.” Dengan cepat Kak Levi menghapus lepotan saos yang berada di sudut kiri
bibir Fairy dengan jempolnya. Fairy hanya diam. Tubuhnya kembali membeku. Entah
harus berekspresi seperti apa. Ia tak berani bergerak karena takut salah
tingkah. Fairy hanya menatap mata Kak Levi yang kini semakin dekat dengannya.
Melihat tatapannya seperti ada sedikit tatapan sayang. Fairy senang. Kakaknya
yang satu ini memang benar-benar peduli dengan dia.
“Terima kasih.” Gumamnya pelan
dengan sedikit senyum tersimpul
dibibirnya. Kak Levi hanya membalasnya dengan tersenyum. Dan mereka kembali
menyantap makanannya dengan bergurau sesekali.
Malam promnite tiba. Fairy datang
sendirian. Kemudian berkumpul dengan teman-temannya. Biasa, mengobrol dan
bercanda seperti biasa. Tapi semuanya tiba-tiba berhenti ketika Kak Levi datang
dan tiba-tiba menarik Fairy menjauh dari teman-temannya. “Loh, mau kemana?”
tanye Merris tiba-tiba. Fairy hanya menggeleng. “Pinjem sebentar, ya?!” Jawab
Kak Levi sambil tersenyum.
Lampu mulai meredup. Musik ringan
mulai mengalun indah. Fairy dan Kak Levi masih hening dalam diam. Fairy tak
tahu harus berkata apa. Sedangkan Kak Levi bingung harus memulai dari mana.
Mereka hanya saling menatap sesekali. Melemparkan senyum satu sama lain tanpa
arti. Hingga saat pertengahan, sang pembawa acara bilang, “Ini ada yang mau
mempersembahkan sesuatu.” Dengan tampang penasaran, Kak Levi menarik Fairy
ketengah-tengah. Fairy yang bingung menurut saja.
Alunan musik lembut mulai mengalun
indah, dengan sendirinya tangan Kak Levi meraih tangan Fairy. Menggenggamnya
erat. Fairy juga membalas, mengisi selasela jemari Kak Levi. Kemudian, dentingan
melodi piano mulai mengalun memainkan lagu ‘Happy Birthday’,
Lampu sorot tiba-tiba menuju
ketengah tengah ruangan. Tepat di tempat berdirinya Fairy dan Kak Levi. Fairy
bingung lalu celingak-celinguk. Tiba-tiba Kak Levi membalikan tubuh Fairy menghadapnya.
Meraih kedua tangan Fairy sambil memberikan senyuman manisnya, “Fairy, Selamat
ulang tahun yang ke-16! Semoga kamu makin segala-galanya ya. Ini hanya sedikit
kejutan yang Levi rencanakan buat kamu. Sebenernya Levi tahu, ulang tahun kamu
itu kemarin. Tapi Levi pura-pura lupa karena sudah mempersiapkan kejutan kecil
ini. Sekali lagi, selamat ulang tahun ya!” Seru Kak Levi dengan senyuman
termanisnya. Fairy hanya terdiam.
Kemudia Kak Levi berlutut di depan Fairy. Memberikan sebuah senyum yang
belum bisa diartikan. Ini kali pertama Kak Levi tersenyum seperti ini kepada Fairy.
“Fay, sebenarnya, Levi suka sama
kamu sudah lumayan lama. Dan sepertinya ini waktu yang tepat untuk bilang. Kamu
mau, ya, Levi panggil sayang?” Kak Levi menatap lekat mata Fairy yang sudah
berkaca-kaca. Fairy kembali terdiam. Hatinya senang. Otaknya bingung. Apa yang
harus ia jawab? Banyak pasang mata tengah tertuju padanya. Penasaran menanti jawaban apa yang akan Fairy
lontarkan. Fairy melihat hampa ke arah tatapan dalam Kak Levi. Jantungnya
kembali berdetak cepat, semakin cepat, dan tak terkendali. Dengan perlahan
namun pasti Fairy mengangguk. Kak Levi berdiri dan menarik Fairy dalam
dekapnya. Fairy tersenyum senang dan sedikit meneteskan air mata.
“Fairy sayang Kak Levi!”
“Levi juga sayang Fairy!”
Tepat pada tanggal 10 September
Fairy pun resmi menjadi pacar Kak Levi. Ini benar-benar diluar dugaan Fairy. Ia
tidak menyangka akhirnya ia dapat jadian dengan Kak Levi, Kakak OSIS yang ia
sukai sejak pertama kali masa orientasi siswa. Ia sangat senang dan bahagia
karena kini ia mengetahui bahwa memang cintanya telah terbalas. Seseorang yang
ia cintai juga ternyata mencintainya.
“Genrifinadi Palevi. Terima kasih
telah menjadi hadiah ulang tahun terindah selama hidupku. Semua ini sangat
berkesan dan tak akan pernah ku lupakan. Sekali lagi terima kasih dan… Aku
sayang Kakak!!”
-Selesai-
[103114]
[103114]
No comments:
Post a Comment